You are currently viewing Fenomena “Pria Tidak Bercerita”: Mewaspadai Dampaknya untuk Kesejahteraan Mental

Fenomena “Pria Tidak Bercerita”: Mewaspadai Dampaknya untuk Kesejahteraan Mental

Belakangan ini, media sosial diramaikan dengan ungkapan “pria tidak bercerita, tapi … (menyalurkannya dengan cara lain atau langsung bertindak).” Kalimat ini sebenarnya mencerminkan realitas bahwa banyak pria enggan mengungkapkan perasaan mereka secara langsung. Bukan karena mereka tidak memiliki beban atau emosi, tapi karena stigma sosial yang mengajarkan bahwa pria harus kuat, mandiri, dan tidak boleh terlihat lemah.

Akibatnya, banyak pria mencari cara lain untuk melampiaskan tekanan emosional mereka. Fenomena “pria tidak bercerita” ini menyoroti betapa pentingnya membuka ruang aman bagi pria untuk berbicara dan mengekspresikan emosi tanpa takut dihakimi. 

Bagaimana Fenomena “Pria Tidak Bercerita” Muncul?

Belakangan ini, media sosial ramai dengan perbincangan tentang istilah “pria tidak bercerita” Ungkapan ini mencerminkan bagaimana banyak pria enggan berbagi perasaan atau masalah mereka secara terbuka. 

Meskipun terlihat tangguh di luar, bukan berarti mereka tidak memiliki beban atau emosi yang perlu dikeluarkan. Namun, banyak pria memilih untuk diam atau menyalurkan emosi mereka dengan cara lain, seperti bekerja lebih keras, berolahraga, atau bahkan mengisolasi diri.

Fenomena ini bukan sekadar kebiasaan pribadi, melainkan hasil dari konstruksi sosial yang telah lama membentuk ekspektasi terhadap pria. Sejak kecil, banyak pria diajarkan untuk menahan emosi, tidak menangis, dan tidak menunjukkan kelemahan. Stigma bahwa pria harus selalu kuat, mandiri, dan tidak boleh “mengeluh” membuat mereka ragu untuk berbicara tentang masalah mereka.

Keyakinan bahwa laki-laki tidak boleh berbagi cerita telah tertanam kuat dalam norma sosial dan peran gender. Secara historis, mereka diharapkan menjadi pencari nafkah dan pelindung, peran yang sering kali menuntut mereka untuk menekan emosi dan kerentanan. 

Harapan ini, menurut situs Men’s Group, semakin diperkuat oleh representasi media yang menggambarkan laki-laki sebagai sosok kuat, pendiam, dan jarang mengungkapkan perasaan. Akibatnya, banyak laki-laki tumbuh dengan anggapan bahwa berbicara tentang pengalaman dan emosi pribadi adalah tanda kelemahan.

Kenapa Pria Tidak Mau Bercerita?

pria tidak bercerita

Ada beberapa alasan utama yang membuat pria cenderung menutup diri daripada berbicara tentang perasaannya.

1. Stigma maskulinitas

Masyarakat masih banyak yang berpegang pada konsep bahwa pria sejati harus kuat, rasional, dan tidak boleh terlalu emosional. Akibatnya, pria yang terbuka tentang perasaan sering dianggap lemah atau tidak cukup “jantan.”

2. Takut dihakimi atau dianggap beban

Beberapa pria khawatir bahwa jika mereka bercerita tentang masalahnya, mereka akan dianggap tidak mampu mengatasi hidup atau justru menjadi beban bagi orang lain.

3. Kurangnya ruang aman untuk berbicara

Banyak pria tidak memiliki lingkungan yang mendukung untuk berbicara tentang emosinya. Bahkan dalam pergaulan dengan teman, pembicaraan tentang perasaan sering dianggap tabu atau tidak penting.

4. Tidak terbiasa mengungkapkan emosi

Berbeda dengan perempuan yang cenderung lebih sering berbagi cerita, pria sering kali tidak terbiasa mengungkapkan perasaan mereka dengan kata-kata. Mereka lebih cenderung mengekspresikannya melalui tindakan atau perilaku tertentu.

5. Takut kehilangan otoritas atau harga diri

Bagi sebagian pria, bercerita tentang masalah pribadi dapat dianggap sebagai tanda kelemahan yang bisa merusak citra mereka sebagai sosok yang kuat dan dapat diandalkan. Mereka khawatir bahwa membuka diri akan membuat mereka kehilangan rasa hormat dari orang lain. Baik dalam lingkungan kerja, pertemanan, maupun keluarga.

Pria Tidak Bercerita, tapi Menyalurkan Emosi secara Positif

Karena tidak terbiasa berbicara, banyak pria mencari cara lain untuk melampiaskan emosi mereka. Beberapa cara positif yang sering dilakukan antara lain:

  • Olahraga  dan aktivitas fisik: Berlari, bersepeda, atau olahraga tim membantu mengurangi stres sekaligus membangun koneksi sosial.
  • Hobi kreatif: Melukis, bermain musik, atau pertukangan kayu memungkinkan ekspresi emosi secara non-verbal.
  • Relawan dan pendampingan: Berkontribusi pada komunitas memberi rasa kepuasan dan memperkuat hubungan sosial.
  • Aktivitas kelompok: Kegiatan santai seperti permainan papan atau barbekyu menciptakan ruang interaksi tanpa tekanan emosional.
  • Meditasi dan mindfulness: Membantu mengelola stres, meningkatkan kesadaran diri, dan membangun ketahanan emosional.

Dampak Negatif Pria Tidak Bercerita

Mungkin, kita sudah sering memaklumi bahwa pria tidak bercerita dan menyalurkan pada hal lain adalah sifat alami mereka. Namun, pria yang tidak pernah atau tidak mau bercerita juga akan memperoleh dampak negatifnya seperti berikut:

  • Masalah kesehatan mental: Menekan emosi dapat meningkatkan risiko depresi dan kecemasan akibat tekanan norma maskulinitas.
  • Risiko bunuh diri: Keengganan berbagi masalah pribadi berkontribusi pada tingginya angka bunuh diri di kalangan pria.
  • Penyalahgunaan zat: Banyak pria mencari pelarian lewat alkohol atau narkoba, yang bisa berujung pada kecanduan.
  • Hubungan yang tegang: Kesulitan mengungkapkan emosi, melansir dari Yahoo.com, dapat merusak komunikasi dan memperburuk hubungan dengan orang terdekat.
  • Isolasi dan kesepian: Tidak berbagi cerita, menurut situs Goodmenproject, dapat membuat pria merasa terputus dari lingkungan sosial, meningkatkan kesepian. 
  • Perilaku agresif: Emosi yang terpendam bisa muncul dalam bentuk kemarahan atau tindakan agresif.
  • Harga diri rendah: Tekanan untuk selalu terlihat kuat dapat menurunkan rasa percaya diri dan menimbulkan perasaan tidak cukup baik.

Pria Juga Berhak untuk Bercerita

Penting untuk mulai mengubah pola pikir bahwa berbicara tentang perasaan adalah tanda kelemahan. Berikut beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk membantu pria lebih terbuka:

1. Ciptakan ruang aman untuk berbicara

Dukung pria di sekitar kita dengan memberi mereka kesempatan untuk berbagi tanpa takut dihakimi. Tunjukkan bahwa bercerita adalah hal yang wajar dan bukan tanda kelemahan.

2. Mencontohkan keterbukaan emosi

Jika lebih banyak pria yang berani berbicara tentang perasaan mereka, stigma ini bisa perlahan terkikis. Figur publik, tokoh inspiratif, atau bahkan teman terdekat bisa menjadi contoh positif.

3. Mengenalkan cara sehat mengelola emosi

Pria perlu diajarkan bahwa mengekspresikan emosi bisa dilakukan dengan cara sehat, seperti berbicara dengan orang terpercaya, menulis jurnal, atau bahkan berkonsultasi dengan profesional.

4. Mendorong konseling atau terapi

Pergi ke psikolog atau terapis bukanlah tanda kelemahan, melainkan bentuk keberanian untuk memahami diri sendiri dengan lebih baik.

Menghapus stigma bahwa pria tidak boleh bercerita penting untuk kesejahteraan emosional. Pria berhak mengekspresikan perasaan tanpa takut dihakimi. Dengan ruang aman untuk berbicara, mereka dapat lebih sehat secara emosional, membangun hubungan yang lebih dalam, dan meningkatkan kualitas hidup.

Di JIVARAGA, kami memahami pentingnya keseimbangan emosional dan mental bagi semua individu, termasuk pria. Melalui berbagai sesi wellness seperti yoga, meditasi, mindfulness, juga sound healing, pria dapat menemukan cara yang sehat untuk mengenali, memahami, dan menyalurkan emosi mereka. Lingkungan yang mendukung dan teknik yang berorientasi pada kesadaran diri dapat membantu mereka mengatasi tekanan tanpa harus menekan perasaan. 

Untuk informasi lebih lanjut mengenai berbagai sesi yang mendukung well-being pria di JIVARAGA klik:

https://jivaraga.com/

Atau, menghubungi JIVARAGA via WA:

https://wa.me/6281188811338

Juga, di Instagram:

https://www.instagram.com/jivaragaspace

(Foto: Freepik, Pexels)

Saatnya menghapus stigma dan memberikan ruang bagi pria untuk menjadi lebih jujur dengan diri sendiri. Karena, kesehatan emosional adalah hak semua orang.

Leave a Reply