You are currently viewing Tetap Bersahabat dengan Lawan Jenis Setelah Menikah, Mungkinkah?

Tetap Bersahabat dengan Lawan Jenis Setelah Menikah, Mungkinkah?

Tetap bersahabat dengan lawan jenis setelah menikah, sering menjadi topik hangat untuk dibicarakan, dan kerap dianggap sukar dilakukan. Pasalnya, di dalam pernikahan ada konsekuensi tambahan, misalnya menjaga perasaan pasangan, aturan-aturan baru dalam kehidupan rumah tangga, perbedaan karakter maupun latar belakang pasangan, dan keharusan untuk saling menghargai kepercayaan yang diberikan oleh pasangan kepada kita. Belum tentu semua itu akan sejalan dengan teman atau sahabat kita. 

Itu sebabnya, banyak orang memilih untuk menjaga jarak dengan kawan-kawan lama mereka, terutama dengan lawan jenis. Bahkan tidak sedikit yang kemudian memutuskan ikatan persahabatan. Namun, benarkah kita tidak mungkin tetap bersahabat dengan lawan jenis setelah menikah? 

Mengapa Persahabatan dengan Lawan Jenis Dianggap Beresiko?

Ada sejumlah alasan yang menyebabkan orang memandang negatif terhadap pasangan yang tetap bersahabat dengan lawan jenis setelah menikah. Di antaranya adalah: 

  1. Dianggap sebagai ancaman: kehadiran orang lain dalam pernikahan potensial menimbulkan ketertarikan. Ini sejalan dengan hasil penelitian April Blesk-Rechek dari University of Wisconsin yang menyebutkan tentang perbedaan strategi memilih pasangan dalam perspektif evolusi. Perempuan dan laki-laki usia muda dan lajang (sekitar 20-25 tahun) cenderung tertarik pada teman lawan jenisnya. Namun begitu mereka memasuki usia pertengahan dan punya anak (sekitar usia25 – 50 tahun), ketertarikan itu berkurang sebab mereka lebih sibuk membesarkan anak dan fokus pada karir. Namun demikian, laki-laki masih tetap menunjukkan ketertarikan lebih tinggi pada lawan jenisnya di usia tersebut. 
  2. Asumsi umum: persahabatan adalah jenis cinta platonik, yang bagi sebagian masyarakat dianggap tidak mungkin terjadi dalam sebuah persahabatan dengan pasangan yang sudah menikah. Asumsi umum ini juga sejalan dengan temuan dari April Blesk-Rechek, yang mengatakan bahwa meskipun awalnya pertemanan itu hanya bersifat platonik, namun masih ada kemungkinan itu berubah menjadi rasa tertarik.  
  3. Memicu rasa tidak aman terhadap salah satu pasangan: selain khawatir dengan kemungkinan terjadi perselingkuhan, rasa tidak aman itu juga dipicu oleh kekhawatiran bahwa pasangan mereka akan menceritakan rahasia rumah tangga kepada sahabatnya.

Mungkinkah Tetap Bersahabat dengan Lawan Jenis Setelah Menikah?

Pada prinsipnya, selagi hambatan utama berupa kekhawatiran atau perasaan tidak aman itu bisa diatasi, seseorang bisa tetap menjalin hubungan persahabatan dengan lawan jenis meskipun sudah menikah. Namun demikian, dalam hubungan interpersonal jenis apapun, selalu ada kemungkinan terjadi untuk menjaga agar kehidupan privasi dengan pasangan tetap terjaga, maka diperlukan beberapa rambu tambahan sebagai berikut: 

  1. Komunikasi yang transparan: jujur dan terbuka dengan pasangan mengenai interaksi dengan sahabat lawan jenis. Libatkan pasangan dalam diskusi, terutama ketika topik obrolan dengan sahabat sudah masuk ke persoalan pribadi. Misalnya ketika sahabat menceritakan problem rumah tangganya kepada kita. Saat kita terbuka dengan pasangan, hal itu akan memperkuat rasa percaya kepada kita dan mengurangi kemungkinan munculnya cemburu. 
  2. Menetapkan batas jelas: sepakati beberapa batasan dengan pasangan, agar kedua belah pihak sama-sama merasa nyaman. Jika hendak bertemu di suatu tempat, beritahu pasangan ke mana kita hendak pergi dan apa yang hendak dibicarakan dengan sahabat. Upayakan agar pasangan tidak merasa diabaikan atau dinomorduakan. 
  3. Saling menghargai: baik pasangan maupun sahabat perlu sama-sama dihargai keberadaannya serta opini mereka. Setiap pihak idealnya merasa nyaman dan aman dengan kehadiran kita, tanpa kekhawatiran bahwa ada sesuatu yang kita sembunyikan.
  4. Tetap pada jalur platonik: Hubungan persahabatan termasuk dalam jenis hubungan platonik. Artinya, tidak melibatkan emosi romantis di dalamnya. Guna menjaga agar persahabatan kita teta pada pada jalur ini, maka hindari interaksi, perkataan atau sikap yang menunjukkan perhatian lebih maupun yang potensial dianggap istimewa oleh sahabat lawan jenis. Hindari juga hal-hal yang potensial memancing gosip dari orang-orang di sekitar kita. 
  5. Hindari ketergantungan emosional pada sahabat lawan jenis: saat berumahtangga, kita dituntut untuk lebih dewasa dalam mencari solusi. Upayakan tidak menggantungkan diri pada bantuan sahabat lawan jenis. 
  6. Setia terhadap komitmen pernikahan: pernikahan adalah hubungan pribadi yang eksklusif antara kita dengan pasangan. Di dalamnya ada kesepakatan untuk saling menjaga komitmen pernikahan. Maka seyogyanya, janji tersebut juga diutamakan setiap kali kita berinteraksi dengan orang lain, termasuk dengan sahabat sendiri. 


Saat Timbul Masalah dengan Pasangan atau Sahabat Lawan Jenis

  1. Tetap menghargai batas: pasangan kita berhak untuk dihargai, demikian pula dengan sahabat. Jika timbul masalah, maka komunikasikan itu dengan terbuka kepada mereka. 
  2. Saling memahami: antara kita dengan sahabat lawan jenis perlu ada komitmen untuk saling mengerti bahwa kehidupan pernikahan tentu membawa konsekuensi, salah satunya adalah mengutamakan pasangan terlebih dahulu. 
  3. Menghindari sharing masalah rumah tangga: ketika timbul masalah dengan pasangan, hindari mendiskusikan hal itu dengan sahabat lawan jenis. Selesaikan masalah rumah tangga dengan pasangan sendiri. Sebaliknya, jika sahabat kita kebetulan bermasalah dengan pasangannya, berikan kesempatan pada mereka untuk menyelesaikan masalahnya sendiri terlebih dahulu. Diskusikan dengan pasangan mengenai cara terbaik untuk membantu sahabat kita, terutama jika keadaan mengharuskan kita untuk terlibat dalam penyelesaian konflik. 

Tetap bersahabat dengan lawan jenis setelah menikah, sebetulnya bisa dilakukan selama ada fondasi kuat berupa saling percaya, saling mengerti, jujur, dan menetapkan batas jelas. Meskipun ada kemungkinan persahabatan jenis ini memancing komentar tidak enak dari orang lain, namun selama kita bisa menjaga komitmen pernikahan dengan pasangan, maka aneka kekhawatiran atau sikap skeptis dari orang lain bisa diatasi. 

Persahabatan adalah salah satu kunci kebahagiaan dan kesehatan mental. Jauh lebih banyak manfaat yang kita dapatkan dengan memiliki sahabat. Kuncinya ada pada kemampuan kita untuk menempatkan diri secara seimbang, terutama dengan pasangan (Artha Julie Nava)

Jivaraga

Rumah aman & nyaman bagi kesehatan holistik membuka pintu untuk siapapun yang ingin hidup seimbang & bahagia