Tubuh (Body) adalah organisme rumit yang terdiri atas beberapa bagian yang memungkinkan mekanisme yang kita kenal sebagai “otak” yang berfungsi mengelola dan mengendalikan. Singkirkan jantung, hati, atau ginjal, maka otak tidak akan bekerja untuk waktu yang lama. Jika kita menganggap otak kita terpisah dari bagian tubuh kita yang lain adalah sebuah kesalahan. Manusia ketika lahir dengan kondisi otak yang kosong. Lahir terdiri atas tubuh, jiwa, dan pikiran . Pikiran kita tercipta dari informasi dan berbagai bentuk pengondisian yang telah diajarkan kepada kita sepanjang hidup. Konten pikiran memanifestasikan dirinya melalui otak dan tetap berada dalam lapisan kesadaran setelah kita mati yang disebut Carl Jung sebagai “ketidaksadaran kolektif”. Ini tepatnya mengapa begitu banyak orang dapat mengingat kehidupan masa lalu “mereka”.
Dikatakan bahwa dengan menggunakan teknologi modern, kita dapat membuat analogi sederhana: otak kita adalah perangkat komputer atau ponsel pintar dan pikiran kita adalah sistem operasi di dalam perangkat tersebut. Jika perangkat rusak, semua data masih dapat ditransfer ke perangkat baru. Dengan cara ini, pikiran adalah perangkat lunak utama karena hanya dapat mengetahui apa yang diajarkan. Pelajaran yang diterima, seperti matematika, fisika, dan sejarah akan diingat semuanya. Dari hal yang diterima itu akan tercipta lebih banyak informasi – tetapi hanya ini yang dapat dilakukannya.
Bagaimana Mind, Body, dan Soul Terhubung?
Ada kekuatan pendorong ilahi yang membimbing kita semua yang dikenal sebagai jiwa. Jiwa menggunakan pikiran untuk menciptakan identitas (“Diri/Tubuh” untuk membantu kelangsungan hidup kita. Identitas “diri” (atau ego) yang kita miliki, terdiri atas semua kenangan yang kita miliki yang kita identifikasi sebagai milik “kita”, misalnya. nama, kebangsaan, keyakinan politik/agama, ambisi hidup, apa yang kita sukai dan tidak kita sukai, dan semua karakteristik kepribadian yang merupakan hasil dari pengalaman lingkungan atau genetika.
Kebanyakan orang menjalani hidup dengan mempercayai bahwa itu adalah sebuah cerita, percaya bahwa itu adalah pikiran yang mereka pikirkan, bukan esensi yang mengalami pikiran tersebut. Apakah kita melihat perbedaannya? Jika pengalaman sadar kita dalam hidup adalah sebuah bioskop, kebanyakan dari kita akan begitu asyik dengan film yang kita lihat di dalam ruangan bioskop. Kita lupa siapa sebenarnya orang yang duduk di kursi yang sedang menonton film tersebut? Pergeseran halus dalam kesadaran dari menonton film inilah yang bisa kita sebut sebagai pengetahuan sang jiwa.
Jika saya menghina keyakinan seseorang yang meyakini dirinya sebagai “diri” secara mental, mereka menjadi marah, tidak aman, atau kesal. Jika saya menghina keyakinan seseorang yang tinggal di tempat yang lebih penuh perasaan, mereka akan mengakui pernyataan saya dengan reaksi emosional yang tidak serta merta marah dan sebagainya. Mengapa? Karena mereka telah memupuk kebebasan batin pada tingkat tertentu dengan belajar untuk tidak mengidentifikasi diri dengan pikiran, kepribadian, dan diri sendiri. Mereka akan menerima dengan toleransi tinggi.
Seseorang yang mengidentifikasi diri dan meyakini dirinya dengan pikiran dan emosi yang berlebihan, akan lebih menderita dalam hidup dibandingkan orang yang telah menemukan dan menyadari pusat keberadaan diri dan jiwanya. Oleh karena itu, sebaiknya kita menyadari bahwa dalam diri kita itu terdapat perangkat yang harus kita jaga penuh kesadaran agar kelak kita dapat menjaga kehidupan yang lebih harmonis.