Conscious leadership adalah gaya kepemimpinan yang berfokus pada kehadiran dan kesadaran ketika memimpin sebuah tim. Memahami cara mengembangkan gaya kepemimpinan ini akan berguna bagi seorang pemimpin atau bagi Anda yang sedang mempertimbangkan peluang menjadi seorang leader.
Sadarkah Anda? Saat pandemi, banyak orang terpaksa bekerja dari rumah dan kehilangan kesempatan untuk bertemu langsung dengan orang lain. Tapi di sisi lain, pandemi ternyata juga memberi banyak kesempatan untuk melakukan refleksi dan menyadari tentang keberadaan diri seseorang saat ini.
Itulah salah satu bagian penting dari Consciousness (Kesadaran) yaitu kembali sadar tentang makna keberadaan Anda sebagai insan.
Hal ini tentu membantu memahami tujuan hidup Anda di awal mula dan mencari cara terbaik untuk mewujudkannya.
Jadi jangan heran, Anda melihat banyak orang dengan sadar beralih haluan saat pandemi. Banyak orang meninggalkan cara hidup lama, dan memilih karier atau gaya hidup seimbang, baik secara fisik maupun mental.
Apakah Conscious Leadership Itu?
Konsep Conscious di atas sangatlah vital dan terjadi dalam sebuah kepemimpinan/ leadership. Elemen kesadaran inilah yang dibawa oleh Cindy ke Jivaraga.
Conscious Leadership adalah konsep kepemimpinan yang bertumpu pada kesadaran tentang pentingnya self-awareness, wellbeing, holistic perspectives, dan hubungan interpersonal bagi seorang leader.
Seorang leader tidaklah cukup dengan hanya berbekal skill tentang kepemimpinan dan manajerial. Seorang pemimpin harus memahami dirinya sendiri, sehat secara fisik dan mental, bisa menjadi media bagi timnya untuk tumbuh dan mengembangkan potensi mereka, serta (yang utama) mampu melakukan komunikasi secara sadar dan efektif.
Empat Hal yang Perlu Dimiliki Oleh Seorang Conscious Leader
Dengan konsep ini, maka setidaknya seorang leader perlu memiliki kualitas sebagai berikut:
1. Sadar Dengan Impact yang Dihasilkan
Setiap keputusan atau tindakan yang diambil seorang pemimpin, pasti akan berdampak terhadap banyak stakeholders, termasuk karyawan, masyarakat, dan lingkungan.
Ketika seorang pemimpin memiliki kesadaran tentang impact ini, maka mereka secara sadar akan mengarahkan setiap keputusan dan tindakannya guna memberi dampak terbaik bagi stakeholdernya. Inilah yang akan menjadi sumber energi terbesar dalam memimpin.
2.Memiliki Nilai yang Jelas
Jika Anda conscious leader, maka Anda perlu memiliki values yang jelas sebagai pemandu saat melaksanakan perannya. Pemimpin yang memiliki values, tidak akan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan. Mereka hanya akan menjalankan sesuatu yang sesuai dengan nilai-nilai hidup yang dianutnya.
3.Memiliki Pandangan yang Holistik
Mempunyai perspektif yang holistic artinya, mereka mampu melihat sebuah permasalahan dari beragam sudut pandang, dan memiliki tujuan jangka panjang.
Setiap keputusan maupun tindakannya, didasarkan pada long term consequences terhadap lembaga maupun pihak-pihak terkait, termasuk juga kepada masyarakat.
4.Mampu Mendorong Potensi Setiap Anggotanya
Tujuannya adalah untuk mengembangkan potensi terbaik mereka. Kemampuan ini disebut dengan holding space. Seorang pemimpin bagaikan tanah yang subur. Siapapun yang menanam tumbuhan dan biji di atasnya, maka tanaman tersebut dapat bertumbuh, berkembang baik, dan bersinergi harmonis antara satu dengan lainnya sesuai dengan citra dirinya masing-masing.
Aspek Penting yang Harus Dimiliki Conscious Leadership
Pemimpin yang berkualitas baik tidak hanya sekedar mampu memimpin timnya menuju hasil akhir yang brilian.
Pemimpin yang baik perlu memahami aspek kepemimpinan yang mencakup beragam dimensi penting seperti kemampuan berkomunikasi yang efektif, pengambilan keputusan yang bijaksana, membangun dan mengelola tim yang solid, mampu beradaptasi, pendorong inovasi, hingga menjadi bagian integral dari kepemimpinan yang efektif.
Jika dikaitkan dengan Conscious Leadership, ada lima aspek utama yang perlu dimiliki seorang pemimpin menurut Cindy, yaitu:
1.Well-Being
Fondasi pertama dari kepemimpinan yang berkesadaran terletak pada aspek kesehatan fisik dan mental seorang pemimpin. Jika seorang pemimpin sehat secara emosional, fisik, dan mental, maka yang hal lainnya ( tim, lembaga, dan sebagainya) akan turut berjalan baik.
Salah satu problem yang kerap dialami oleh leader adalah perfeksionisme. Dari satu sisi, sikap perfeksionis bisa memacu munculnya hasil terbaik. Namun seringkali, hal ini harus dibayar dengan mahal.
Banyak leader mengabaikan kesehatan mereka demi mencapai kesempurnaan. Dalam jangka panjang, hal itu justru akan menjadi detrimental, baik terhadap sang leader maupun terhadap tim dan lembaga yang dipimpinnya.
2. Purpose
Aspek kepemimpinan yang kedua adalah purpose. Purpose dalam conscious leadership bermakna sebagai “vision with impact”. Artinya, tujuan hidup seorang pemimpin yang tidak semata-mata demi profit, dominasi pasar, atau goal pribadi.
Seorang pemimpin yang memiliki Conscious Leadership akan memiliki kesadaran dan mengarahkan tujuan hidupnya untuk menciptakan kontribusi positif terhadap masyarakat, lingkungan, bahkan dunia, di samping mencapai target utama dalam organisasi yang dipimpinnya.
3.Value
Hampir serupa dengan Purpose, seorang Conscious Leader perlu memiliki values (nilai-nilai hidup) yang juga berdampak luas, tidak hanya bagi perusahaannya atau pribadi.
Dengan memiliki nilai kepemimpinan, seorang Conscious Leader akan mampu membangun trust (rasa percaya) dari orang lain terhadap kepemimpinannya.
Nilai utama yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin adalah integritas moral. Dengan memiliki integritas moral, seorang pemimpin bisa lebih dipercaya, mampu menciptakan keputusan yang berdampak positif terhadap masyarakat dan lingkungan dalam jangka panjang.
4. Resilience
Resilience adalah kegigihan dan daya tahan tinggi dalam mencapai tujuan. Hal ini berkaitan dengan mindset dan kesadaran diri. Tak hanya itu saja, resilience juga berarti sumber energi yang bisa menggerakkan dan memotivasi seseorang secara kontinyu.
Lalu, dari mana sumber energi tersebut muncul? Tak lain dari kesadaran terhadap alasan utama seorang leader dalam bekerja, motivasi utama seorang pemimpin dalam bekerja, keyakinan dalam bidang yang ditekuninya, serta perasaan terdalam ketika ia mengerjakan pekerjaannya.
Saat pandemi, banyak pemimpin yang mengalami stress dan kehilangan motivasi dalam bekerja. Apa penyebabnya? Bisa jadi mereka tidak lagi memiliki alasan kuat untuk menjalani pekerjaannya.
Tak dapat dipungkiri, pada masa tersebut, banyak orang membutuhkan ruang baru yang bisa menampung perkembangan dirinya. Pekerjaan lama seolah tidak lagi memberi kepuasan. Jika seseorang terus memaksakan diri menjalani hal yang tak lagi sesuai dengan dirinya, maka ia tidak lagi termotivasi, dan akhirnya rentan mengalami burnout.
5. Holding Space
Goal dari pilar ini adalah mencapai kualitas hubungan interpersonal yang lebih baik, berkolaborasi, dan mengatasi konflik yang timbul dalam tim melalui komunikasi efektif.
Kepemimpinan yang efektif tidak hanya berorientasi pada hasil, namun juga dalam hal memberi ruang kepada setiap individu untuk didengar, diperhatikan, dan dihargai.
Baca Juga: 10 Manfaat Meditasi untuk Produktivitas Karyawan yang Optimal
Seorang Conscious Leader perlu menguasai seni holding space – dengan menerapkan skill mendengar secara empati, memastikan kenyamanan secara psikologis, dan membangun hubungan yang bermakna dengan timnya. Dengan memadukan berbagai unsur ini, seorang pemimpin dapat mendorong terwujudnya kolaborasi, inovasi, dan kesuksesan bersama – yang akan membuka seluruh potensi dari tim dan organisasi yang dipimpinnya.
Begini Cara Berkomunikasi yang Benar Seorang Pemimpin
Agar tujuan pribadi dan tim dapat terpenuhi, seorang pemimpin harus bisa melakukan teknik komunikasi yang komprehensif. Menurut Cindy, Heart Core Communication dapat menjadi landasan utama. Jika Anda ingin melakukan teknik komunikasi ini, maka Anda perlu memperhatikan lima hal sebagai berikut:
1. Co-Creation
Teknik Heart Core Communication yang pertama adalah dengan membangun suatu hal secara bersama dengan tujuan bersama. Setiap komunikasi yang dilakukan, melibatkan peran aktif dari semua orang, saling mendengarkan kebutuhan, keinginan dan aspirasi antar personal, dan bekerja bersama dalam menentukan titik kesamaan dan tujuan yang hendak diraih.
Dengan menerapkan prinsip co-creation, maka setiap individu bisa menciptakan rasa kebersamaan dan saling menghargai dalam lingkungan kerja. Kondisi ini akan menjadi landasan bagi terbentuknya hubungan yang otentik dan memuaskan.
2. Conscious
Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana cara kita berkomunikasi dengan orang lain? Apakah kita hadir secara penuh saat diajak berkomunikasi tanpa mengerjakan pekerjaan lain yang membuat konsentrasi terpecah?
Kesadaran adalah inti terdalam sebuah komunikasi. Ketika berbincang dengan orang lain, hadirlah secara penuh pada situasi saat itu. Berusahalah untuk menyambungkan pikiran, perasaan, dan tujuan Anda dengan lawan bicara.
Tak hanya itu, Anda pun perlu berinteraksi, memiliki rasa ingin tahu, dan sadar dengan perasaan Anda sendiri. Memahami perasaan positif dan perasaan negatif yang hadir saat berkomunikasi akan membantu Anda memproses emosi secara lebih terarah.
Dengan demikian, setiap individu yang terlibat akan mampu memperdalam koneksi, meningkatkan empati, pemahaman, dan keakraban dalam hubungan mereka.
3. Commitment
Aspek ini merupakan kesediaan untuk memelihara kepercayaan dan bisa diandalkan. Komitmen merupakan landasan utama yang paling kuat dalam memastikan keberlanjutan sebuah relasi – yang diperoleh melalui konsistensi kehadiran kita, keandalan, dan penghormatan terhadap setiap hal yang diucapkan.
Dalam Heart Core Communication, setiap individu berkomitmen untuk memelihara rasa percaya dan keandalan melalui kejujuran, tanggung jawab, dan transparansi dalam interaksi mereka.
Dengan menerapkan komitmen, maka setiap orang bisa membangun rasa aman dan percaya dalam sebuah hubungan, sekaligus menciptakan lingkungan positif.
4. Clarity
Aspek ini mencakup kemampuan mengetahui apa yang kita inginkan dan mampu mengutarakannya secara otentik dan transparan.
Dalam Heart Core Communication, setiap individu tidak hanya berusaha untuk berkomunikasi secara jelas dan jujur, namun juga memahami keinginan mereka sendiri secara akurat serta mengekspresikannya dengan terbuka dan langsung.
Dengan kejelasan seperti ini, maka setiap individu dapat mengutarakan pesan mereka secara meyakinkan, mengurangi salah paham, dan menciptakan hubungan yang lebih kuat serta otentik.
5. Compassion
Compassion adalah salah satu kualitas kemanusiaan kita yang ditandai dengan empati, pengertian, dan kebaikan terhadap mereka yang mengalami kekurangan dan termotivasi untuk meringankan beban orang lain.
Pada Heart Core Communication, seorang pemimpin perlu memiliki kemampuan untuk berempati kepada orang lain, memahami perspektif mereka, dan merespon dengan sikap baik.
Conscious Leadership merupakan perspektif baru dalam hal kepemimpinan, dengan penekanan terhadap aspek kesadaran diri, kesehatan, dan kualitas hubungan interpersonal. Dengan memprioritaskan visi-tujuan-nilai hidup, kesehatan fisik dan mental, dan menjalankan pola komunikasi yang berkesadaran, seorang leader akan mampu menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan, inovasi, dan kemajuan dalam timnya.
Mari bersama-sama menghadirkan berbagai pemimpin baru yang mampu menjadi sosok inspiratif dan memberi ruang gerak bebas setiap individu untuk berkembang.