Tanpa disadari, stres oksidatif adalah salah satu bentuk ancaman dari dalam tubuh yang kita hadapi setiap harinya. Bukan sekadar istilah ilmiah, stres oksidatif adalah kondisi yang dapat merusak sel-sel tubuh dan memicu berbagai penyakit serius jika dibiarkan. Kabar baiknya, ada banyak cara untuk mengenalinya dan mencegah dampak buruknya.
Apa Itu Stres Oksidatif?
Stres oksidatif adalah kondisi saat jumlah radikal bebas dalam tubuh melebihi kapasitas antioksidan yang tersedia untuk menetralisirnya. Radikal bebas merupakan molekul tidak stabil yang terbentuk dalam tubuh secara alami selama proses metabolisme, seperti pencernaan.
Dalam kondisi seimbang, antioksidan—zat yang ditemukan dalam makanan tertentu maupun diproduksi tubuh—mampu mengendalikan radikal bebas agar tidak merusak sel. Namun, saat ketidakseimbangan terjadi dan radikal bebas lebih banyak daripada antioksidan, terjadilah stres oksidatif. Kondisi ini bisa merusak jaringan dan sel tubuh serta meningkatkan risiko penyakit seperti diabetes, Alzheimer, hingga kanker.
Menurut National Institutes of Health (NIH) dan Mayo Clinic, stres oksidatif berperan penting dalam perkembangan penyakit kronis dan degeneratif. Radikal bebas diproduksi secara alami selama proses metabolisme normal. Namun, kadarnya dapat meningkat karena faktor eksternal seperti:
- Polusi udara dan air
- Pola makan tidak sehat
- Olahraga berlebihan
- Merokok
- Paparan radiasi seperti sinar UV dan sinar-X
- Stres kronis
Dampak Stres Oksidatif pada Tubuh

Stres oksidatif dapat memengaruhi hampir seluruh bagian tubuh, dari tingkat sel hingga organ vital. Berikut adalah beberapa dampak utama stres oksidatif.
1. Kerusakan sel
Radikal bebas dapat merusak DNA, protein, dan lemak dalam tubuh. Hal ini mengganggu fungsi normal sel. Kerusakan yang berlangsung terus-menerus dapat menyebabkan berbagai gangguan kesehatan.
2. Penuaan dini
Kolagen dan elastin adalah dua protein yang menjaga kekencangan kulit. Keduanya juga dapat hancur akibat radikal bebas. Akibatnya, muncul keriput dan penuaan dini, baik di kulit maupun organ dalam.
3. Penyakit kardiovaskular
Lapisan pembuluh darah dapat rusak akibat stres oksidatif. Kerusakan ini memicu timbulnya aterosklerosis (penumpukan lemak di arteri), tekanan darah tinggi, serangan jantung, atau stroke.
4. Diabetes
Stres oksidatif dapat mengganggu produksi dan fungsi insulin. Selanjutnya, bisa memperparah komplikasi diabetes, seperti kerusakan saraf, ginjal, dan gangguan penglihatan.
5. Gangguan saraf
Otak sangat rentan terhadap radikal bebas karena konsumsi oksigennya tinggi dan perlindungan antioksidannya relatif rendah. Ini bisa memicu kerusakan sel otak dan berkontribusi pada Alzheimer atau Parkinson.
6. Peradangan kronis
Ketika stres oksidatif berlangsung lama, tubuh bisa mengalami peradangan berkepanjangan yang memicu penyakit seperti radang sendi, asma, dan gangguan pencernaan.
Cara Mengurangi Risiko Stres Oksidatif
Mengurangi stres oksidatif adalah proses jangka panjang yang bisa dimulai dengan langkah-langkah berikut:
1. Tingkatkan asupan antioksidan
Konsumsi buah beri, sayuran hijau gelap, kacang-kacangan, dan biji-bijian yang kaya antioksidan.
2. Berhenti merokok dan batasi alkohol
Rokok dan alkohol memicu produksi radikal bebas. Menguranginya akan sangat membantu tubuh menjaga keseimbangan.
3. Olahraga secara teratur
Pilih aktivitas fisik yang moderat, seperti jalan cepat atau yoga, setidaknya 150 menit per minggu.
4. Pola makan seimbang
Minimalkan makanan olahan dan perbanyak makanan alami, seperti biji-bijian utuh, protein tanpa lemak, dan lemak sehat.
5. Tidur berkualitas
Tidur cukup 7–9 jam per malam penting untuk proses detoksifikasi dan regenerasi sel dalam tubuh.
Mindfulness adalah Salah Satu Cara Menurunkan Stres Oksidatif
Mindfulness terbukti mampu menurunkan stres. Ini, secara tidak langsung, membantu mengurangi stres oksidatif. Berikut manfaat mindfulness selengkapnya yang dapat membantu menurunkan stres oksidatif.
1. Menurunkan hormon stres
Latihan mindfulness secara konsisten dapat menurunkan kadar hormon stres seperti kortisol. Dengan berkurangnya kortisol, produksi radikal bebas juga menurun sehingga membantu mengurangi stres oksidatif.
2. Meningkatkan kesejahteraan emosional
Mindfulness membantu kita mengelola emosi dengan lebih tenang dan jernih. Ketika emosi lebih stabil, tubuh tidak terus-menerus berada dalam mode stres yang bisa memicu stres oksidatif.
3. Memperbaiki kualitas tidur
Mindfulness mendorong relaksasi dan membantu mengurangi gangguan tidur seperti insomnia. Tidur yang berkualitas memberi kesempatan bagi tubuh untuk memperbaiki sel-sel yang rusak akibat stres oksidatif.
4. Mendorong gaya hidup sehat
Dengan melatih kesadaran penuh, kita menjadi lebih peka terhadap kebutuhan tubuh. Ini membantu kita membuat pilihan yang lebih baik dalam pola makan, olahraga, dan kebiasaan sehat lainnya yang berperan mengurangi stres oksidatif.
Contoh praktik mindfulness untuk menurunkan stres oksidatif:
- Meditasi: Luangkan 10 menit per hari untuk fokus pada napas.
- Latihan napas: Coba teknik 4–7–8 untuk menenangkan sistem saraf.
- Yoga atau Tai Chi: Gabungan gerakan tubuh dan fokus pikiran.
- Makan secara sadar: Nikmati makanan perlahan dengan penuh perhatian.
- Jalan kaki penuh kesadaran: Rasakan setiap langkah dan suasana sekitar.
Mengelola stres oksidatif adalah tidak mustahil. Dengan pola hidup sehat dan latihan mindfulness, kita bisa menjaga keseimbangan dalam tubuh dan mengurangi risiko penyakit serius. Anda bisa mulai dari hal-hal kecil di rumah atau mengikuti sesi-sesi wellness dan mindfulness di JIVARAGA untuk mendukung perjalanan kesehatan menyeluruh Anda.
Untuk informasi lebih lanjut mengenai berbagai sesi wellness di JIVARAGA klik:
Atau, menghubungi JIVARAGA via WA:
Juga, di Instagram:
https://www.instagram.com/jivaragaspace
(Foto: Freepik, Pexels)