Kejadian-kejadian tidak menyenangkan dalam keluarga di masa lalu sering kali terabaikan. Padahal, hal tersebut dapat menimbulkan trauma masa lalu yang dampaknya bisa dirasakan hingga beberapa generasi berikutnya.
Oleh karena itu, memahami dan mencari cara untuk mengatasi trauma masa lalu menjadi sangat penting untuk menciptakan lingkungan keluarga yang lebih sehat dan harmonis.
Apa Itu Trauma Masa Lalu?
Trauma masa lalu adalah kondisi emosional yang diakibatkan oleh pengalaman atau peristiwa yang sangat menyakitkan atau menakutkan yang terjadi pada seseorang di masa lalu. Pengalaman tersebut meninggalkan dampak mendalam yang memengaruhi cara seseorang berpikir, merasa, dan berperilaku.
Beberapa sumber trauma masa lalu, termasuk:
1. Kekerasan
Pengalaman kekerasan fisik, emosional, atau seksual dalam keluarga. Baik yang dialami secara langsung maupun yang disaksikan oleh anak-anak.
2. Pelecehan
Pelecehan fisik, emosional, atau seksual yang dialami oleh anggota keluarga.
3. Kehilangan
Kehilangan orang yang dicintai, baik melalui kematian, perceraian, atau pengabaian, dapat menyebabkan trauma mendalam.
4. Bencana alam
Pengalaman bencana alam, seperti gempa bumi atau banjir, yang dapat memengaruhi keselamatan dan stabilitas keluarga.
5. Stres kronis
Lingkungan yang penuh dengan stres, seperti kemiskinan, konflik keluarga, atau masalah kesehatan mental, dapat menciptakan trauma yang berkelanjutan.
Meskipun peristiwa-peristiwa tersebut mungkin sudah lama berlalu, efeknya dapat terus membekas dan memengaruhi kualitas hidup seseorang. Menurut VeryWell Mind, peristiwa atau situasi dianggap traumatis karena menyebabkan tekanan psikologis dan emosional yang menghambat aktivitas sehari-hari.
Baca Juga: 13 Penyebab Masalah Kesehatan Mental, Perlu Waspada!
Dampak Trauma Masa Lalu bagi Diri Pribadi
Dampak trauma masa lalu dapat bervariasi dan mempengaruhi berbagai aspek kehidupan seseorang. Berikut adalah beberapa dampak umum dari trauma masa lalu:
1. Masalah kesehatan mental
Orang yang trauma mungkin mengalami gangguan seperti kecemasan, depresi, atau gangguan stres pasca-trauma (PTSD). Ini dapat memengaruhi kesejahteraan emosional dan mental mereka secara signifikan.
2. Kesulitan emosional
Trauma masa lalu sering kali menyebabkan ketidakstabilan emosional, seperti kemarahan yang tidak terkontrol, kesedihan mendalam, atau perasaan putus asa, yang dapat mengganggu keseharian.
3. Gangguan hubungan
Trauma dapat memengaruhi kemampuan seseorang untuk membangun dan mempertahankan hubungan yang sehat. Akibatnya, ia akan sulit dalam memercayai orang lain atau membentuk hubungan yang intim.
4. Kesehatan fisik
Stres kronis akibat trauma sering kali berdampak pada kesehatan fisik, termasuk gangguan tidur, sakit kepala, gangguan pencernaan, dan peningkatan risiko penyakit jantung.
5. Pola perilaku negatif
Seseorang yang trauma mungkin mengembangkan kebiasaan tidak sehat sebagai bentuk pelarian dari trauma, seperti penyalahgunaan zat, isolasi sosial, atau pola makan yang tidak sehat.
Dampak Trauma Masa Lalu yang Tidak Terselesaikan
Trauma masa lalu tidak hanya memengaruhi individu yang mengalaminya. Hal tersebut juga dapat diwariskan dan berdampak pada generasi berikutnya, seperti berikut ini:
1. Warisan emosional
Salah satu cara trauma diwariskan adalah melalui warisan emosional. Anak-anak sering kali menyerap emosi orang tua mereka, meskipun mereka tidak mengalami peristiwa traumatis secara langsung.
Misalnya, seorang anak yang tumbuh dalam lingkungan di mana orang tua mengalami depresi akibat kehilangan dapat merasakan beban emosional ini. Ini dapat memengaruhi kesehatan mental dan emosional mereka di masa depan.
2. Pola perilaku yang terulang
Trauma yang tidak diatasi dapat menghasilkan pola perilaku yang berulang dalam keluarga. Contohnya, seorang ayah yang dibesarkan dalam keluarga yang kekerasan mungkin akan meniru perilaku tersebut dalam membesarkan anaknya, meskipun ia merasa tidak ingin melakukannya. Akhirnya, tercipta siklus kekerasan yang sulit terputus.
3. Masalah kesehatan mental
Penelitian menunjukkan bahwa individu yang memiliki riwayat trauma dalam keluarga memiliki risiko lebih tinggi mengalami masalah kesehatan mental, seperti kecemasan, depresi, dan gangguan stres pasca-trauma (PTSD). Ketika orang tua tidak mampu mengelola emosi mereka, anak-anak sering kali menjadi korban dan menimbulkan masalah kesehatan mental juga yang dapat bertahan hingga dewasa.
4. Keterasingan sosial
Trauma dapat menyebabkan keterasingan sosial, yaitu seseorang akan mengalami kesulitan untuk terhubung dengan orang lain. Anak-anak yang dibesarkan dalam lingkungan yang penuh dengan trauma mungkin merasa tidak layak untuk dicintai atau memiliki kesulitan dalam membangun hubungan yang sehat. Akibatnya, mereka dapat mengalami kesepian dan isolasi, yang memperburuk kondisi mental mereka.
Baca juga: Healing Artinya Lebih dari Sekadar Piknik atau Traveling
Mengatasi Trauma Masa Lalu dengan Menyembuhkan Luka Batin
Salah satu langkah penting untuk mengatasi trauma masa lalu adalah keinginan untuk memecahkan siklus dan menciptakan lingkungan yang lebih sehat bagi generasi mendatang. Untuk itu, penting mengenali luka batin yang tersembunyi di balik pengalaman traumatis.
Luka batin ini bisa berupa perasaan sakit, ketakutan, kegagalan, atau kehilangan yang dalam (aborsi, perceraian, perselingkuhan). Ini sering kali tidak disadari, tapi terus memengaruhi emosi dan perilaku kita. Secara sadar mengeksplorasi dan mengakui luka ini akan membawa pemahaman akar dari luka yang dialami.
Seperti disebutkan Silvia Basuki, Family Constellation Therapist JIVARAGA, menyebutkan bahwa sebagian besar masalah yang kita hadapi saat ini berakar dari masa kanak-kanak kita. Perasaan terabaikan atau tidak disayang menjadi akar trauma yang dirasakan sekarang.
“Dari sudut pandang Family Constellation, sebenarnya perasaan tersebut bukan dari diri kita sendiri. Melainkan orang lain selain keluarga ini yang memiliki perilaku serupa. Namun, kita mengalaminya karena kepatuhan kita terhadap orang tua dan sistem keluarga,” jelas Silvia.
Guna terbebas dari luka batin yang memengaruhi trauma masa lalu, dibutuhkan banyak keberanian untuk menghadapi dan mengakui perasaan yang telah lama ditekan terhadap orang tua atau keluarga kita.
“Kita mungkin merasa bersalah untuk melakukan hal tersebut karena seakan-akan kita mengkhianati orang tua atau keluarga kita,” sebut Silvia.
Cinta antara anak dan orang tua adalah hal yang sangat penting. Namun, dari sisi Family Constellation, cinta ini seharusnya bukan menjadi sesuatu yang dipaksakan atau dikerjakan dengan keras hanya karena merasa “harus” mencintai orang tua.
Cinta sejati dalam hubungan keluaga seharusnya muncul secara alami dan tulus. Bukan berdasarkan kewajiban atau tugas yang mengharuskan seseorang untuk bekerja keras demi memenuhi harapan sosial atau moralnya.
Mengatasi Trauma Masa Lalu dengan Family Constellation
Dari penjelasan di atas, trauma masa lalu tidak hanya dapat disembuhkan dengan mengakui keberadaan trauma, tapi juga menerima bahwa terdapat luka batin dari masa lalu yang membutuhkan perhatian dan perawatan. Anda dapat menjalani proses penyembuhan tersebut dengan terapi Family Constellation di JIVARAGA bersama Silvia Basuki.
Terapi Family Constellation merupakan salah satu pendekatan yang efektif dalam proses penyembuhan trauma masa lalu. Metode terapi ini membantu mengungkap dinamika tersembunyi dalam keluarga yang mungkin berkontribusi terhadap trauma.
Dalam terapi ini, Anda akan dibimbing untuk melihat bagaimana trauma, baik yang dialami secara langsung maupun yang diwariskan dari generasi sebelumnya, memengaruhi hubungan dan kesejahteraan Anda saat ini. Terapi ini memungkinkan Anda untuk memutus pola trauma yang merugikan, serta memulihkan keseimbangan dalam diri dan dalam hubungan keluarga.
Untuk informasi dan booking sesi terapi Family Constellation secara privat di JIVARAGA, klik ke:
https://jivaraga.com/private-sessions/
Atau, dapat menghubungi JIVARAGA via WA:
Juga, di Instagram:
https://www.instagram.com/jivaragaspace
Dengan Family Constellation, Anda tidak hanya dibantu melepaskan beban emosional masa lalu. Pada saat bersamaan dapat menciptakan fondasi yang lebih sehat untuk masa depan.
(Foto: Freepik)