Bullying sebagai sebuah isu yang telah lama menjadi permasalah dalam masyarakat, memiliki dampak yang mendalam terhadap kesehatan mental dan emosional para korbannya. Terlepas dari bentuknya yang bisa bervariasi, seperti intimidasi fisik, verbal, bahkan cyberbullying, dampaknya tidak hanya dalam kehidupan sehari-hari, tapi juga mampu membentuk trauma jangka panjang pada korbanya.
Secara ekstrem, dampak bullying dapat mengakibatkan luka-luka fisik seperti kasus sekolah di Serpong, bahkan yang mengenaskan hingga tewas seperti pada kasus pondok pesantren di Kediri. Selain itu, dampak bullying bisa berupa tekanan psikologis yang signifikan dan berkembang menjadi masalah mental, seperti kecemasan, depresi, hingga keinginan untuk bunuh diri. Juga, berkembang memengaruhi pendidikan, hubungan sosial, dan well-being secara keseluruhan.
Mengapa Bullying Masih Terus Terjadi?
Meskipun telah dilakukan berbagai upaya untuk mengatasi dan mencegah dampak bullying di masyarakat, fenomena ini masih tetap eksis dan menjadi tantangan serius. Laporan UNESCO, “Behind The Numbers: Ending School Violence And Bullying” (2019), menyebutkan bahwa sekitar satu dari tiga, atau sekitar 32% pelajar di dunia pernah menjadi korban bullying. Sejumlah faktor seperti berikut ini bisa menjelaskan mengapa bullying terus terjadi meski sudah ada berbagai program dan inisiatif pencegahannya.
1. Kurangnya kesadaran tentang dampak bullying efektif di masyarakat
Salah satu alasan utama mengapa bullying terus terjadi adalah kurangnya kesadaran di kalangan masyarakat tentang dampak sebenarnya dari tindakan ini. Meskipun ada upaya mengadakan diskusi, penyuluhan, atau event-event khusus, masih ada orang yang belum sepenuhnya memahami konsekuensi psikologis dan emosional yang bisa dialami korban bullying.
2. Tidak konsistennya penanganan di lingkungan pendidikan
Meskipun sekolah sering menjadi fokus upaya pencegahan bullying, penanganan kasus-kasus tersebut tidak selalu konsisten. Faktor-faktor seperti kurangnya sumber daya untuk menangani dampak bullying yang memadai, bahkan ketidakpedulian dari pihak-pihak terkait, dapat merugikan efektivitas upaya pencegahan di lingkungan pendidikan.
Baca Juga: Bullying adalah Isu yang Terus Membayangi Masyarakat dan Upaya Mengatasinya
3. Pengaruh media dan teknologi
Kemajuan teknologi dan paparan yang tinggi terhadap media memiliki dampak signifikan. Seperti diungkapkan Hymel dan Wearer dalam riset berjudul “Four Decades of Research on School Bullying: An Introduction” (2015), bahwa, meskipun bentuk-bentuk bullying tradisional mungkin mengalami penurunan, cyberbullying saat ini malah terus bertambah karena akses terhadap teknologi yang semakin mudah.
Cyberbullying dapat dengan mudah terjadi di dunia maya tanpa pengawasan yang memadai. bahwa Media juga sering kali memperkuat stereotip dan norma yang dapat mendorong tindakan bullying di kehidupan nyata.
4. Ketidak setaraan dan perbedaan sosial yang tetap runcing
Ketidaksetaraan sosial dan perbedaan dalam masyarakat dapat memicu tindakan bullying. Terkadang, kelompok tertentu yang merasa memiliki kekuatan atau keunggulan cenderung mengeksploitasi atau mengintimidasi kelompok yang dianggap lemah atau berbeda. Laporan UNESCO (2019) menyebutkan bahwa bullying sering kali terjadi hasil dari pembentukan norma dan stereotip gender.
5. Tidak adanya sanksi yang memadai dan efektif
Meskipun ada aturan dan peraturan yang melarang bullying, seringkali sanksi yang diberikan tidak memadai atau tidak diimplementasikan secara konsisten. Tanpa konsistensi yang serius, pelaku bullying mungkin merasa tidak ada yang melarang dan tetap melanjutkan perilaku mereka.
Baca Juga: Pahami Bentuk-Bentuk Bullying dan Cara Menghindarinya
5 Dampak Bullying yang Paling Sering Terjadi di Masyarakat
Dampak bullying terjadi hampir di setiap aspek kehidupan. Dari trauma psikologis, merusak relasi sosial, hingga penurunan prestasi akademik yang berpengaruh pada masa depan seseorang. Mengenali beberapa dampak bullying seperti berikut ini menjadi dasar yang kuat untuk mengembangkan strategi pencegahan yang efektif. Juga, memotivasi perubahan perilaku dan menciptakan lingkungan yang mendukung dan aman bagi semua individu.
1. Dampak emosional dan psikologis bullying
Salah satu dampak yang paling terlihat dari bullying adalah adanya penurunan pada emotional well-being dan psikologis korban. Serangan verbal, fisik, termasuk cyberbullying dapat menimbulkan perasaan rendah diri, kecemasan, dan depresi. Korban bullying seringkali mengalami kesulitan dalam membangun hubungan sosial yang sehat dan rasa percaya diri.
Misalnya, dari laporan UNESCO (2019), mengungkapkan bahwa menyebutkan bahwa anak-anak yang sering di-bully tiga kali lebih tinggi kemungkinannya merasa terasingkan di sekolahnya. Artinya, terjadi penurunan kemampuan bersosialisasi. Mereka jadi penyendiri dan ingin secepatnya keluar dari sekolah tersebut.
2. Penurunan prestasi akademis
Tidak hanya emosi, bullying dapat juga menyebabkan penurunan prestasi akademis. Laporan UNESCO (2019). Selain, anak-anak yang seringkali di-bully, dua kali kemungkinannya untuk bolos sekolah
Laporan yang sama juga meyakini bahwa nilai-nilai mata pelajaranan anak-anak korban bullying sering lebih rendah daripada anak-anak lainnya. Semakin sering mereka di-bully, semakin rendah pula nilai mereka. Sebab, korban bullying jadi mengalami kesulitan berkonsentrasi, fokus, dan hadir dalam kelas dengan damai.
Baca Juga: 13 Penyebab Masalah Kesehatan Mental, Perlu Waspada!
3. Dampak bullying berupa gangguan kesehatan fisik
Bukan hanya mental well-being yang terpengaruh, bullying juga dapat berdampak pada kesehatan fisik korban. Stres yang berkelanjutan akibat pelecehan dapat menyebabkan gangguan tidur, masalah pencernaan, hingga timbulnya penyakit kronis seperti hipertensi. Dalam beberapa kasus, korban bullying dapat mengalami kekerasan fisik dengan hasil cedera serius, bahkan berujung kematian.
4. Sikap negatif terhadap sistem pendidikan
Bullying dapat membentuk sikap negatif terhadap pendidikan dan otoritas pada korban. Mereka mungkin merasa tidak aman di lingkungan sekolah dan kehilangan kepercayaan pada sistem pendidikan. Hal ini menyebabkan keengganan mereka hadir di sekolah. Yang pada akhirnya, mengakibatkan penurunan nilai, menghambat perkembangan akademis, dan muncul keinginan untuk keluar dari atau menyelesaikan sekolah secepatnya.
5. Siklus bullying berlanjut
Bahkan, korban bullying berpotensi menjadi pelaku bullying di masa depan. Hal ini dikenal dengan istilah “bully-victim”. Melansir dari Verywell Family, perilaku bullying tersebut terjadi setelah berulang kali mengalami bullying dan muncul karena keinginan untuk mendapatkan kontrol kembali dalam hidup mereka. Namun, mereka “melampiaskan dendam” pada orang-orang yang lebih rentan lagi dibanding mereka.
Pengalaman traumatis yang korban alami dapat mengubah perilaku mereka, mengarah pada keinginan mendominasi dan mengendalikan orang lain. Oleh karena itu, siklus bullying dapat berlanjut dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Baca Juga: 6 Cara Menemukan Kunci Kebahagiaan di Era Digital yang Semakin Canggih
Cara Mengatasi Dampak Bullying yang Menimbulkan Trauma
Pendekatan holistik dapat digunakan untuk mengelola trauma yang dialami oleh para korban bullying. Ini untuk menangani trauma bullying mengacu pada strategi memperlakukan individu sebagai satu kesatuan dengan memerhatikan aspek fisik, emosional, sosial, dan spiritual.
Pendekatan holistik melihat pengalaman trauma tidak hanya memengaruhi satu aspek kehidupan. Namun, dapat juga merambat ke berbagai domain well-being seseorang. Sebab itu, pendekatan holistik bertujuan memahami dan menangani individu secara menyeluruh.
1. Pendekatan dalam pendidikan untuk mengatasi dampak bullying
Program-program pendidikan anti-bullying diperlukan untuk membantu membangun kesadaran dan memberikan pemahaman yang lebih baik tentang dampak bullying. Ini tidak hanya melibatkan siswa, tapi juga melibatkan guru, staf sekolah, dan orang tua. Langkah ini untuk mendukung pemulihan dan mencegah kejadian serupa di masa depan.
2. Menggunakan seni dan kreativitas
Terapi seni, terapi musik, atau terapi gerak dapat menjadi alat untuk mengatasi dampak trauma bullying secara holistik. Pendekatan ini memungkinkan korban untuk mengekspresikan dan memproses emosi mereka melalui medium kreatif. Dengan demikian, secara menyeluruh, dapat memahami pengalaman mereka dan merangsang perbaikan.
3. Jalankan aktivitas fisik dan olahraga
Aktivitas fisik, seperti yoga atau olahraga, tidak hanya bermanfaat untuk kesehatan fisik, tetapi juga dapat meredakan stres dan meningkatkan kesejahteraan emosional. Latihan nini dapat membantu korban bullying mengembangkan koneksi antara tubuh dan pikiran. Cara ini kemudian menciptakan landasan yang kokoh untuk pemulihan holistik.
Baca Juga: 5 Cara supaya Olahraga di Rumah Lebih Efektif
4. Konseling dan terapi keluarga
Terapi individu dan keluarga dapat memberikan dukungan emosional yang mendalam dan membantu membangun koneksi positif dalam lingkungan interpersonal. Salah satunya melalui Family Constellation dari Jivaraga yang akan memberikan pamahaman mendalamam tentang dinamika keluarga yang mungkin berkontribusi pada pengalaman traumatis bullying.
Bersama Silvia Basuki, Family & Couple Counselor, Family Constelation Therapist Jivaraga, seseorang dipandu melihat trauma sebagai bagian dari gambaran yang lebih besar, menyediakan ruang untuk memahami, dan merekontruksi dinamika keluarga. Karena, semua hal tersebut mungkin telah memengaruhi cara individu merespon atau meresapi bullying.
Untuk mendalami pemahaman mengenai Family Constellation, Anda diundang untuk mengikuti “Special Workshop Jivaraga: Family Constellation” pada hari Sabtu, 2 Maret 2024, di Jivaraga Space, Kuningan, Jakarta Selatan—simak informasinya di bawah ini
Membawa keluarga ke dalam proses pemulihan guna membantu menciptakan lingkungan yang penuh support, memperkuat hubungan, dan mengatasi dampak traumatis bersama-sama.
5. Pendekatan spiritual dan mindfulness
Membawa dimensi spiritual ke dalam proses pemulihan dampak bullying dapat memberikan korban landasan untuk menemukan makna dan kekuatan dalam pengalaman mereka. Latihan mindfulness dan meditasi, misalnya, dapat membantu korban memusatkan perhatian pada saaat ini, mengurangi kecemasan, dan meningkatkan kesejahteraan secara menyeluruh.
Jivaraga sebagai tempat untuk menemukan ketenangan dan keseimbangan hidup memiliki program-program holistik yang dapat dicoba untuk memulihkan trauma bullying. Selain mindfulness dan meditasi. Anda dapat mencoba qigong, access bar, sound healing, reiki, dan banyak lagi untuk menemukan harmoni dalam pemulihan dampak atau trauma bullying.
Cek Jivaraga.com untuk jadwal kelas, konseling, atau workshop di Jivaraga Space serta informasi menarik mengenai berbagai aktivitas yang bisa jadi mood booster. Simak dan follow juga Instagram @jivaragaspace dan WhatsApp untuk informasi terbaru tentang Jivaraga. Serta kunjungi Jivaraga di Tokopedia untuk membeli berbagai produk wellness terbaik dari Jivaraga.
Pingback: 6 Aktivitas Wellness untuk Perempuan di International Women’s Day - Jivaraga